1. Pitra Yadnya terdiri dari empat tahapan upacara, yaitu:
- Ngaben: melepaskan ikatan roh pada tubuh manusia (panca mahabhuta)
- Nyekah/ Ngroras: melepaskan ikatan roh pada pengaruh panca indria (panca tanmatra)
- Mepaingkup: menstanakan roh di sanggah pamerajan
- Meajar-ajar: ‘nangkilang’ roh ke pura-pura tertentu
2. Diantara proses ngaben dan nyekah,
ada upacara nyegara-gunung, tujuannya adalah mensucikan roh ke segara
dan memohon anugrah ke gunung sebagai sumber kemakmuran.
Pura-pura yang biasa dituju untuk
upacara nyegara gunung misalnya: goa lawah, tanah lot, pulaki, ponjok
batu, silayukti, rambut siwi, dll.
3. Pura-pura yang dituju dalam upacara meajar-ajar adalah: lempuyang, silayukti, dasar bhuwana – gelgel, dan besakih.
4. Upacara mendak nuntun Dewa Hyang
dilakukan tidak dalam rangkaian Pitra Yadnya. Upacara ini hanya satu
kali saja dilakukan, yakni di saat membangun pelinggih Dewa Hyang atau
Raja-Dewata di sanggah pamerajan.
Prosedurnya: nuntun di Pura Dalem Puri,
Besakih, kemudian dilanjutkan dengan nangkilang ke Pura-pura tertentu,
dalam perjalanan kembali pulang.
5. Rangkaian upacara di beberapa soroh dan beberapa desa ada yang berbeda, sebabnya:
- kurang memahami makna upacara-upacara dimaksud.
- mengikuti dresta yang juga tidak diketahui sumber sastranya yang tepat.
6. Upakara yang digunakan dalam
upacara-upacara itu, tergantung kemampuan masing-masing. Upakara/ banten
yang minimal: pejati. Bila dananya cukup, boleh menggunakan suci agung
dengan ulam bebek dan mesalaran.